AKREL (17/06/2022) Sebanyak 22 orang civitas akademik AKREL mengikuti pelatihan dan ujian calon Pansel PPKS yang dilaksanakan secara online melalui L-learning/LMS. Calon Pansel PPKS terdiri dari Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Mahasiswa. Saat ini calon Pansel PPKS sedang dalam proses pelatihan yang dilaksanakan maksimal dua minggu sejak calon Pansel PPKS mendapatkan akun pelatihan. Pansel sendiri merupakan tahap awal dari pembentukan Satgas (Satuan Petugas) PPKS yang nantinya akan berperan penting sebagai pondasi infrastruktur institusi pendidikan yang bebas dari kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Pansel bertugas menyusun petunjuk teknis seleksi anggota satgas, melaksanakan seleksi anggota satgas dan merekomendasikan anggota satgas kepada pimpinan perguruan tinggi.
Langkah Pembentukan Pansel yaitu pimpinan perguruan tinggi merekrut calon anggota panitia seleksi paling sedikit 10 (sepuluh) orang dan mengumumkannya serta calon panitia seleksi mengikuti pelatihan dan seleksi yang diselenggarakan oleh unit kerja di kementerian yang melaksanakan fungsi dan tugas penguatan karakter. Pansel terpilih berjumlah gasal paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang. Panitia seleksi memerhatikan keterwakilan keanggotaan perempuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota. Syarat mengikuti seleksi pansel PPKS yaitu minimal tidak pernah terbukti melakukan kekerasan termasuk kekerasan seksual.
Selain tidak pernah terbukti melakukan kekerasan termasuk kekerasan seksual, pimpinan perguruan tinggi juga dapat memprioritaskan calon-calon anggota pansel dengan salah satu atau lebih dari kualifikasi seperti pernah mendampingi korban kekerasan seksual, pernah melakukan kajian tentang kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas dan pernah mengikuti organisasi di dalam atau luar kampus yang berfokus pada isu Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas. Selain itu untuk mendaftar sebagai calon pansel PPKS di AKREL, peserta diwajibkan untuk memenuhi syarat pendaftaran seperti formulir pendaftaran, daftar riwayat hidup, surat rekomendasi dari pimpinan perguruan tinggi untuk tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, dan surat rekomendasi dari koordinator program studi untuk mahasiswa.
Tahapan pelatihan bagi calon Pansel di E-Learning/LSM meliputi ujian pra pembelajaran, topik 1 filosofi dan landasan hukum pendidikan di Indonesia, topik 2 mengenal kekerasan, topik 3 memahami kekerasan seksual, topik 4 memahami dampak kekerasan seksual, topik 5 menjadi agen perubahan, topik 6 mekanisme penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, topik 7 sumber dukungan dan ujian pasca pembelajaran. Pada masing-masing topik juga terdapat ujian yang harus diselesaikan. Setelah menyelesaikan pelatihan dan ujian secara online melalui E-Learning/LMS selanjutnya perlu dilakukan proses uji publik oleh perguruan tinggi masing-masing untuk mendapatkan masukan dari masyarakat dalam hal ini adalah civitas akademik AKREL.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya Tujuan 4 mengenai Pendidikan dan Tujuan 5 mengenai Kesetaraan Gender, dengan memastikan upaya menghentikan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan berjalan tanpa menghambat warga negara dalam mengakses dan melanjutkan pendidikannya. Kekerasan seksual sendiri merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang, dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal. Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Sehingga perlu adanya pencegahan, pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Penulis : Septya Eka Prasetia Rani