SATGAS PPKS AKREL KOMITMEN WUJUDKAN IKLIM AKADEMIK TANPA KEKERASAN SEKSUAL 

AKREL (19/06/2022), Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) AKREL terus berupaya untuk memaksimalkan peran dan tugas, salah satunya dengan mengikuti Sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek di Solo, 19 – 21 Juni 2023. Kegiatan ini dihadiri oleh Satuan Kerja di lingkungan Kemdikbudristek, LLDIKTI dari berbagai wilayah kerja, Wakil Direktur Politeknik dan Akademi Komunitas Negeri.

Sebagai pembuka kegiatan, Dr. Kiki Yulianti, M.Sc selaku Direktur Direktorat Jenderal Vokasi Kemendikbudristek menyampaikan tentang urgensi terhadap tiga dosa pendidikan yaitu kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi. “Kita harus menjaga sesama warga kampus dari luka batin yang ditimbulkan dari tiga dosa pendidikan tersebut”, ujarnya. “Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini tidak hanya sebagai produk kebijakan semata, tetapi jalan panjang komitmen kita bersama dalam menciptakan ruang aman di lingkungan perguruan tinggi vokasi”, tambahnya. 

Senada dengan hal tersebut Saryadi, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek juga menyampaikan bahwa maraknya praktek tiga dosa besar pendidikan tersebut berdampak pada giat ekosistem pendidikan. “Untuk itu selingkung vokasi tidak hanya menggugurkan kewajiban membentuk Satgas PPKS saja, tetapi bagaimana menjawab tantangan dalam merumuskan rencana aksi ke depannya”.

Pada hari kedua kegiatan dimulai dengan penyampaian materi oleh Dr. Chatarina Muliana Girsang, S.H., S.E., MH selaku Inspektorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek. “Kekerasan seksual ini bukan hal baru tetapi sudah memasuki darurat. Bagaimana tidak angka merahnya semakin mendekati nilai sempurna, 77% dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, dan 63% dari mereka tidak melaporkan kasus kekerasan seksual tersebut karena adanya relasi kuasa”, jelasnya. ”Terjadinya kekerasan seksual di kampus mencederai asas dan prinsip penyelenggaraan perguruan tinggi, sehingga dapat menghambat tercapainya tujuan penyelenggaraan perguruan tinggi”, sambungnya. Hal ini juga dipertegas dalam kerangka Merdeka Belajar Kampus Merdeka sendiri sudah membawa misi perlindungan harkat martabat manusia, asas, dan prinsip penyelenggaraan; pendekatan institusional dan berkelanjutan; terbentuk budaya kampus yang beradab; dan penguatan sinergi kampus sebagai ruang aman belajar.

Sementara itu, beliau juga menegaskan bahwa penyelenggaraan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus juga harus diperkuat dengan standar operasional prosedur (SOP) sehingga tidak salah langkah dalam mengambil kebijakan. Hal ini disambut oleh Biro Hukum Kemendikbudristek dalam kesempatannya diwakilkan oleh Rika, “Seringkali candaan ringan bernuansa seksis atau catcalling tersamarkan, padahal jelas bahwa perilaku demikian adalah bentuk kekerasan seksual. Hal ini seringkali terjadi pada kaum perempuan”. Putri dari Pusat Penguatan Karakter Kemdikbudristek juga menambahkan bahwa banyak kekerasan seksual khususnya pada perempuan terjadi karena adanya paradigma bahwa perempuan lebih rendah daripada laki – laki, “Hal – hal berbasis gender ini lah yang juga seringkali menjadi momok dalam kekerasan seksual, tapi bukan tidak mungkin kekerasan seksual juga terjadi pada gender sebaliknya, bahkan pada gender yang seragam”.

Sebagai penutup, rekan – rekan Satgas PPKS dari Politeknik Negeri Batam, Polteknik Perkapalan Surabaya, Polteknik Negeri Manado, Politeknik Negeri Jember, dan Politeknik Maritim Negeri Indonesia pada membagikan praktik baiknya dalam pencegahan dan penanganan di kampus masing – masing, “Praktik baik ini terlaksana karena adanya kerjasama dua arah antara Satgas PPKS dan institusi yang menaungi, tidak lupa juga peran lembaga eksternal yang turut serta dalam pendampingan kasus kekerasan seksual”, ujar salah satu perwakilan Satgas PPKS. Suparjo dalam paparannya mengenai Rencana Aksi dan Kebijakan Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual pada Satuan Kerja, Politeknik, dan Akademi Komunitas Negeri di Lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi menyambung benang merah, “Sifat PPKS adalah bekerja sama dan berkolaborasi dengan sumber daya internal di perguruan tinggi atau eksternal dengan jaringan masyarakat sipil. Dengan demikian tugas Satgas PPKS tidak hanya menjadi beban di pundaknya saja, tetapi bagaimana semua elemen memastikan bahwa kampus aman dari tindakan kekerasan seksual”, tegasnya.

Penulis : Triayu Rahmadiah

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *