Pernahkah melihat kerumunan semut (Hymenoptera: Formicidae) dan kutu tanaman (Hemiptera) dalam satu tanaman. Jika diperhatikan dengan seksama, sebagian pasti mengira jika semut terlihat sedang menyerang atau memakan kutu tanaman, padahal hubungan yang terjadi antara semut dan kutu tanaman adalah hubungan yang saling menguntungkan atau biasa disebut simbiosis mutualisme. Simbiosis merupakan hubungan atau interaksi antar makhluk hidup satu dengan yang lainnya dalam suatu lingkungan hidup, dalam suatu simbiosis dapat terjadi adanya interaksi yang terjalin antara dua makhluk hidup yang jenisnya berbeda (Manggalar dan Winarno, 2022). Sedangkan simbiosis mutualisme sendiri yaitu adanya interaksi antara dua organisme yang berbeda spesiesnya dan saling mendapatkan keuntungan tanpa ada pihak yang dirugikan.
Kutu tanaman merupakan salah satu serangga hama penting yang merugikan usaha tani di Indonesia (Hawiyah dkk, 2022). Serangan kutu tanaman dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil pada tanaman yang dibudidayakan oleh petani, baik tanaman hortikultura, tanaman pangan maupun tanaman kehutanan. Kutu tanaman menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan atau nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam proses pertumbuhan. Kutu tanaman mengisap cairan pada tumbuhan yang masih muda seperti pucuk daun, bunga, batang muda, buah dan merusak jaringan pada tumbuhan yang akan mengakibatkan tanaman tumbuh dengan tidak normal, misalnya dengan warna daun kekuning-kuningan, keriting, menggulung kemudian layu dan mati, buahnya abnormal dan tanaman menjadi kerdil, sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Kutu tanaman juga merupakan serangga vektor yang penting dalam penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh virus tanaman, karena kutu tanaman yang dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lainnya.
Kutu tanaman menghasilkan embun madu yang dikeluarkan melalui ekskresinya, sehingga membentuk embun jelaga berwarna hitam yang menutupi daun sehingga menghalangi proses fotosintesis. Adanya embun madu dari tubuhnya yang kaya asam amino dan menjadi sumber pakan bagi semut menyebabkan keberadaan kutu tanaman seringkali diikuti oleh keberadaan semut. Semut mendapatkan embun madu yang dihasilkan oleh kutu tanaman dengan cara memukul-mukul abdomen (perut) kutu sehingga merangsang kutu untuk mengeluarkan embun madu. Sedangkan semut berperan menjaga hama-hama serangga yang mengeluarkan madu bagi kepentingannya dan hal ini dapat mengganggu musuh-musuh alami yang sebenarnya dapat menekan populasi hama tersebut (Sembel, 2010).
Semut merupakan kelompok hewan yang tergolong ke dalam kelas insekta. Koloni semut terdiri dari beberapa kasta seperti pada serangga lain yang tergolong eusosial (organisasi sosial). Kasta semut terdiri dari semut ratu, semut jantan, semut prajurit dan semut pekerja yang setiap kasta tersebut memiliki perannya masing-masing dan saling mendukung satu sama lain (Kalshoven, 1981). Semut ratu bertugas dalam berkembang biak seperti bertelur dan mengatur koloni. Semut jantan memiliki lama hidup yang lebih singkat dari semut ratu. Jumlah semut jantan pada koloni lebih banyak dari pada semut ratu. Semut prajurit bertugas dalam menjaga koloni, memotong atau membawa benda yang berukuran besar termasuk mangsa yang didapatkan. Tugas utama dari semut pekerja adalah membangun, merawat, menjaga sarang, mengumpulkan makanan dan menjaga anakan semut. Semut pekerja ini yang kemudian berinteraksi dengan kutu tanaman dan membangun simbiosis mutualisme.
Semut adalah predator yang memainkan peran penting dalam ekosistem tropis sebagai agensia pengendali hayati (Ogata, 1992 dalam Suguta dkk, 2007). Semut memiliki peran sebagai predator dapat yang membantu mengendalikan serangan hama, detritivora (pengurai bahan organik) sehingga membantu menjaga kualitas tanah dan penyerbuk yang akan membantu tanaman untuk membentuk buah. Semut mampu mengendalikan populasi hama dengan mengganggu, memangsa berbagai jenis hama seperti kepik hijau, ulat pemakan daun, dan serangga pemakan buah. Namun keberadaan semut secara tidak langsung juga dapat berdampak negatif bagi petani, yaitu semut melakukan simbiosis mutualisme dengan serangga hama misalnya kutu tanaman, koloni kutu tanaman memanfaatkan keberadaan semut sebagai pelindung atau pertahanan terhadap serangan parasitoid maupun predator. Melalui perannya dalam memelihara atau melindungi kutu dan membantu menyebarkan kutu ke tanaman lain sehingga menimbulkan kerusakan.
Menurut Sutrawati dkk (2010), penyakit layu nanas berasosiasi dengan infeksi Pineapple mealybug wilt-associated virus (PmWaV) yang ditularkan oleh vektor kutu putih dengan bantuan semut. Johansyah (2012), juga menambahkan bahwa kehadiran semut-semut pada koloni kutu babi menjadi penghalang bagi musuh alami untuk menyerang kutu babi. Keberadaan semut pada koloni kutu kerap kali menghalangi proses parasitisasi yang dilakukan parasitoid, sehingga populasi kutu dapat berkembang dengan cepat.
Sejauh ini keberadaan kutu tanaman dan semut yang membentuk simbiosis mutualisme banyak dikendalikan dengan cara penggunaan pestisida kimia, hal ini dikarenakan penggunaan pestisida kimia dinilai lebih cepat, efektif dan efisien. Namun penggunaan pestisida kimia secara tidak bijak dapat menyebabkan banyak kerugian, seperti resistensi hama dan pencemaran lingkungan. Sehingga pemerintah memberikan perhatian terhadap usaha perlindungan tanaman yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa perlindungan tanaman harus dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Sistem PHT merupakan upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Strategi pengendalian kutu tanaman dan semut yang dapat digunakan dalam PHT yaitu mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, pengendalian hayati, penggunaan varietas tahan, pengendalian secara mekanik, pengendalian secara fisik, pengendalian dengan kultur teknis, pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia (rekayasa genetik), penggunaan pestisida nabati dan penggunaan pestisida kimia.
Daftar Pustaka
Hawiyah, A. N., Lutfi, A., Slamet, A., Dwi P.P., Budi I dan Aditya, B.W. 2022. Identifikasi dan Pengaruh Pengendalian Hama Kutu Daun Rhopalosiphum maidis Fitch (Hemiptera: Aphididae) Pada Pertanaman Jagung. Jurnal Agrotech 12 (2) 79-86.
Johansyah, A.R. 2012. Pengaruh Keberadaan Kelompok Semut Terhadap Jumlah Koloni dan Populasi Kutu Saccharicoccus Sacchari Cockerell Pada Hamparan Tebu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandarlampung.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. van der Laan PA, De Jakarta: PT. Ichtiar Baru-van Hoeve.
Manggalar Ajie Cahya dan Winarno. 2022. Paradoks Simbiosis Mutualisme Dalam Kehidupan Hewan Sebagai Ide Penciptaan Karya Lukis. Sakala Jurnal Seni Rupa Murni. Vol. 3 No. 1 hal 115-126.
Sembel, D.T. 2010. Pengendalian Hayati Hama-hama Serangga Tropis dan Gulma. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Suguta. et al. 2007. Odontoponera denticulata (Hymenoptera : Formicidae) A Potential Biological Control Agent For True Fruit Flies (Diptera : Tephritidae) In Yogyakarta Indonesia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus. No 3. Hal 351-356.
Sutrawati M, Suastika G, Sobir. 2010. Eliminasi Pineapple Mealybug With-Associated-Virus (PMWaV) dari Tanaman Nanas dengan Hot Water Treatment. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol 12. Nomor 1. Hal 19-25.
Penulis : Septya Eka Prasetia Rani