Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat beragam mulai dari flora, fauna, dan juga fungi. Kekayaan biodiversitas di Indonesia dapat diukur dari banyaknya berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh dan juga memiliki potensi bermanfaat bagi manusia. Adapun manfaat yang diperoleh dari tumbuhan yaitu sebagai pemenuhan bahan pangan, tanaman obat, teknologi, dan juga nilai estetika serta budaya adat istiadat. Tumbuhan liar saat ini sudah banyak yang didomestifikasi dan dibudidayakan oleh manusia baik di lahan pertanian maupun diperkarangan. Salah satu tumbuhan liar yang kini mulai banyak dibudidayakan karena memiliki banyak manfaat yaitu telang (Clitoria ternatea).
Telang merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Ternate, Maluku, yang kini sudah mulai menyebar luas di seluruh daerah di Indonesia. Telang merupakan salah satu anggota dari famili Fabaceae atau leguminosa, dan merupakan tumbuhan merambat. Tanaman ini berasal dari Amerika Serikat bagian tengah dan pada sejak abad 19 menyebar ke daerah-daerah tropik, termasuk Indonesia. Habitat tanaman telang yaitu di daerah-daerah terbuka seperti kebun, pinggir sungai, hutan terbuka, dan lain-lain. Pertumbuhan tanaman telang sangat cepat dan dapat berbunga setelah 30-40 hari setelah tanam.
Gambar 1. Tanaman Telang
Saat ini telang banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias. Adapun pembudidayaan tanaman telang sangat mudah sebab dapat tumbuh baik di daerah tropik. Telang dapat tahan terhadap kekeringan selama 5 sampai 6 bulan di daerah tropis. Telang juga dapat beradaptasi dengan baik di daerah tanah berpasir, lempung, alluvial dalam, dan liat, serta tahan terhadap salinitas dan mampu berkompetisi dengan baik terhadap gulma. Pada kondisi kering, tanaman telang dapat terus menerus menghasilkan biji selama masa pertumbuhan dengan jumlah produksi biji sebesar 2,77 ton/ha pada umur panen 42 hari (Sutedi, 2013).
Tanaman telang sebagai salah satu leguminosa memilki manfaat yang dapat meningkatkan nutrisi nitrogen sehingga mampu menyuburkan tanah. Selain itu, daun tanaman telang memiliki potensi sebagai pakan ternak yang baik karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan jiga disukai ternak (Suarna, 2005). Daun telang sendiri memilki kandungan protein berkisar 18-25%, sedangkan campuran batang dan daun telang mengandung protein 9-15% (Kalamani dan Gomez, 2001). Biji bunga telang juga merupakan jenis kacang-kacangan yang kaya akan protein. Namun, pemanfaatan tanaman telang saat ini baru banyak dimanfaatkan bunganya saja.
Bunga telang dikenal dengan berbagai nama seperti butterfly pea (Inggris), kembang telang (Jawa), Mazerion Hidi (Arab), Teleng (Betawi), dan lain-lain. Bunga telang sendiri memiliki ciri khas pada warna bunganya yang beragam yaitu mulai dari merah, putih, serta ungu indigo. Bunga dari tanaman telang berwarna biru indigo yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan pewarna. Pengolahan bunga telang menjadi pewarna dapat dilakukan secara langsung (segar) maupun dikeringkan.
Gambar 2. Biji serta bunga telang segar dan kering
Kandungan dalam bunga telang yaitu mengandung pigmen antosianin dan juga flavonoid yang dapat memberikan banyak manfaat dibidang kesehatan seperti antioksidan, antikanker, maupun anti inflamasi. Menurut Budiasih (2017), bunga telang mengandung tanin, flobatanin, karbohidrat, saponin, triterpenoid, polifenol, flavanol glikosida, protein, alkaloid, antrakuinon, antosianin, stigmasit 4-ena-3,6 dion, minyak volatil dan steroid. Bunga telang memiliki banyak potensi farmakologis antara lain sebagai antioksidan, antibakteri, antiparasit dan antisida, antidiabetes, dan anti-kanker.
Pigmen antosianin bersifat larut dalam air yang menghasilkan warna dari merah sampai biru. Konsentrasi pigmen sangat berperan dalam menentukan warna. Antosianin dengan konsentrasi yang rendah menghasilkan berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi tinggi berwarna merah, dan konsentrasi sedang meghasilkan warna ungu. Kandungan antosianin pada bunga telang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan antosianin dari ekstrak bunga yang lain (Kazuma et al. 2013). Hasil Penelitian Andriani dan Murtisiwi (2020) mengatakan bahwa ekstrak bunga telang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat yaitu sebesar 41,36 µg/mL, yang berpotensi sebagai antioksidan.
Antosianin pada bunga telang stabil terhadap udara panas dan intensitas warna tidak mengalami penurunan secara signifikan pada proses evaporasi dan pasteurisasi, sehingga ekstrak bunga telang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada industry pangan (Angriani, 2019). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bunga telang pada pH 4-5 memiliki warna ungu dan stabilitasnya sangat baik, sehingga penyimpanan dapat bertahan selama 2 pada suhu ruang. Ekstrak bunga telang pada pH 6-7 memiliki warna yang pudar setelah beberapa hari, namun bertahan lama hingga 6 bulan pada suhu refrigerator (Marpaung et al. 2018).
Gambar 3. Warna Antosianin Bunga Telang pada Berbagai pH (Angriani, 2019)
Pemanfaatan pewarna dari bunga telang saat ini sudah marak dilakukan. Selain faktor estetik dan faktor kesehatan, makanan yang diberi pewarna telang juga dapat menambah nilai jual. Pewarna alami dari bunga telang akan menghasilkan warna yang hampir sama dengan pewarna sintetis food grade biru berlin CI 42090. Pewarna alami dari telang juga memiliki keunggulan yaitu pekat dan tidak pudar setelah dibekukan dalam freezer. Adapun pemanfaatan bunga telang sebagai bahan pewarna alami lokal yaitu dapat menjadi pewarna untuk es lilin, tape ketan, onde-onde, roti berre, bandang, dan makanan pasar lainnya (Angriani, 2019). Makanan-makanan tersebut biasanya tidak menarik secara penampilan. Namun setelah ditambah pewarna alami dari bunga telang akan dapat meningkatkan mutu baik penampilannya sehingga dapat menarik minat konsumsi konsumen. Selain itu, adanya kandungan senyawa antioksida, antikanker, dan lain-lain, dapat memberikan manfaat baik pada kesehatan.
Gambar 4. Es Lilin Bunga Telang (Angriani, 2019)
Selain ditambahkan pada bahan makanan, bunga telang kering juga dapat dijadikan sebagai teh herbal. Kandungan fitokimia dalam bunga telang tersebut menunjukkan bahwa bunga telang memiliki potensi untuk diolah menjadi teh herbal. Menurut Adri dan Hersoelistyorini (2013), cara dalam pengolahan teh herbal yang dikeringkan sama dengan cara pengolahan teh kering pada umumnya meliputi pemetikan, pencucian, pelayuan, dan pengeringan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas teh herbal adalah suhu dan lama waktu pengeringan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Martini et al. (2020), perlakuan dengan suhu pengeringan 50ºC dan lama waktu 4 jam merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan teh herbal dengan aktivitas antioksidan (berdasarkan nilai IC50) sebesar 128,25 ppm, kadar air 10,18 %, kadar sari 51,60 %, total fenol 515,48 mg/100g, flavonoid 23,99 mg/100g, dan antosianin 249,69 mg/100g. Penelitian Kusuma (2019), menyatakan bahwa dengan mengonsumsi teh herbal bunga telang secara rutin dapat berpotensi dapat membantu mengencerkan dahak pada penderita asma.
Adanya berbagai manfaat bunga telang tersebut menjadikan bunga tersebut dapat berpotensi sebagai bisnis yang menjanjikan terutama di masa pandemi Covid-19. Bunga telang kering saat ini banyak diperjual belikan baik secara offline maupun online. Bunga telang kering yang dijual secara online kebanyakan dijual per gram dengan kisaran harga Rp. 1000,-/gram, atau ada juga yang menjual per kilo dengan kisaran harga Rp. 500.000 sampai Rp. 1.000.000.-/kg.
Bunga telang pada dasarnya diolah dengan cara dikeringkan baik secara tradisonal menggunakan sinar matahari maupun menggunakan alat seperti oven. Namun tak jarang, pengeringan dengan cara tradisional menggunakan sinar matahari sangat bergantung pada cuaca. Bunga telang pada umumnya sangat mudah terserang cendawan karena memiiki kadar kelembapan tinggi. Sehingga bila bunga telang yang dikeringkan kurang maksimal akan mudah terserang cendawan dan tidak lagi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna bagi makanan.
Gambar 5. Bunga Telang yang Terserang Cendawan
Adanya kontaminasi dari cendawan dapat merugikan petani bunga telang kering. Namun bunga telang yang sudah terkontaminasi tetap dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Bunga telang yang telah terkontaminasi ini dapat diolah sebagai pewarna kain alami.
Dewasa ini, industri tekstil menggunakan pewarna sintesis dapat memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan. Limbah tekstil berupa pewarna sintesis yang dibuang ke sungai dapat mencemari ekosistem sungai. Oleh karena itu, penggunakan pewarna alami dari tanaman harus terus dilakukan untuk menekan dampak negatif yang ditimbulkan dari pewarna berbahan dasar kimia berbahaya. Pewarna kain dari bunga telang inilah dapat menjadi salah satu solusi yang harus dikembangkan.
Pengolahan bunga telang menjadi pewarna kain alami sangat mudah dilakukan di rumah. Bunga telang yang terkontaminasi cendawan dapat langsung direbus untuk diperoleh warna alaminya. Setelah mendidih, tuangkan cuka putih dengan perbandingan 1:4 ke dalam panci, lalu masukan kain yang akan diwarnai. Rebus kembali setidaknya hingga 30 menit agar kain dapat menyerap warna dengan baik. Kemudian matikan api dan rendam kain kurang lebih satu jam hingga warna menyerap sempurna kedalam kain. Lalu keringkan kain semalaman, dan kain yang telah berwarna ungu seperti pada gambar 6 dapat siap digunakan untuk menjadi media sulam atau bahan kreasi lainnya.
Gambar 6. Pengolahan Bunga Telang sebagai Pewarna Kain
Banyaknya pemanfaatan dari tanaman telang dari bidang ekologi, kesehatan, hingga ekonomi menjadikan tanaman telang patut dibudidayakan secara masif, minimal dijadikan tanaman wajib yang harus ada di perkarangan rumah warga.
DAFTAR PUSTAKA
Adri D, Hersoelistyorini W. 2013. Aktivitas dan sifat organoleptik teh daun sirsak (Annonamuricata Linn) berdasarkan variasi lama pengeringan.Jurnal Pangan dan Gizi. 4 (7): 1-12.
Andriani, Disa & Mustisiwi.2020. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Bunga Telang (Clitoria ternatea L) dari Daerah Sleman dengan Metode DPPH.Jurnal Farmasi Indonesia.17(1): 70 – 76.
Anggriani, Lisa. 2019. Potensi ekstrak bunga telang (Clitoria Ternatea) sebagai pewarna alami lokal pada berbagai industri pangan. Canrea Journal. 2(1): 32–37.
Budiasih, S. 2017. Kajian potensi farmakologis bunga telang (Clitoria ternatea).Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY 2017 Sinergi Penelitian dan Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi.
Kalamani A, SM Gomez. 2001. Genetic variability in Clitoria spp. Ann Agric Res. 22:243-245.
Kazuma K, Noda N, Suzuki M. 2003. Flavonoid composition related to petal color in different lines of Clitoria ternatea. Phytochemistry.64(6), 1133–1139.
Kusuma AD. 2019. Potensi teh bunga telang (Clitoria ternatea) sebagai obat pengencer dahak herbal melalui uji mukositas. Risenologi (Jurnal Sains, Teknologi, Sosial, Pendidikan, dan Bahasa). 4(2): 65-73.
Penulis : Septya Eka Prasetia Rani