Dewasa ini telah banyak sekali ditemui jenis bahan pakan alternatif untuk ternak unggas maupun ternak ruminansia, contohnya seperti onggok, buah mengkudu, ampas tahu, limbah sawit, biji karet, dan masih banyak jenis lainnya. Namun untuk jenis pakan sumber protein masih sedikit dibanding jenis pakan sumber energi. Sebab bahan pakan sumber protein biasanya harganya relatif mahal.
Masalah utama dalam peningkatan produksi ternak unggas adalah penyediaan pakan sumber protein hewani (tepung ikan) yang harganya relatif mahal. Untuk memenuhi kebutuhan tepung ikan, Indonesia masih mengimport dari luar negeri karena produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada sehingga harganya sangat mahal dibanding bahan pakan lain.
Berdasarkan data bahwa kebutuhan tepung ikan secara nasional Indonesia sekitar 150.000 ton/tahun sedangkan ketersediaan di dalam negeri baru mencapai 45.000 ton/tahun atau 30% yang baru terpenuhi (Dislutkan NTB, 2022). Untuk menekan biaya pakan dan mengefisiensikan pakan diusahakan memanfaatkan limbah pertanian, perikanan ataupun peternakan.
Untuk tumbuh secara optimal ternak memerlukan pakan tambahan yang mengandung nutrisi dan bernilai ekonomis yang tinggi seperti bungkil kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/polar dan beberapa pakan tambahan seperti mineral dan vitamin.
Sebagai upaya dalam pemenuhan pakan yang bernutrisi tinggi dan bernilai ekonomis tersebut dilakukanlah penyediaan pakan alternatif dari bahan pakan lokal yang ada secara optimal. Salah satu produk samping yang tersedia dalam jumlah banyak dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan baku pakan adalah bulu ayam/unggas. Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
Salah satu produk limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan dan tersedia dalam jumlah yang banyak yaitu dengan memanfaatkan bulu ayam atau unggas. Bulu ayam ternyata dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein untuk pakan ternak alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedelai dan tepung ikan. Bulu ayam atau unggas dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan seperti ruminansia, non ruminansia dan unggas karena dukungan ketersediaan limbah berupa bulu sangat terjamin kontinuitasnya.
Mengapa dikatakan bahan bulu ayam terjamin kontinue karena jumlah ayam yang dipotong dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga bulu ayam yang dihasilkan juga meningkat serta pemanfaatan limbah bulu ayam atau unggas menjadi pakan ternak sangat memberi dampak yang sangat positif selain menghasilkan pakan ternak juga bisa memberi manfaat dalam mengatasi permasalahan dalam limbah bulu ayam atau unggas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa, jumlah populasi ayam ras pedaging (broiler) di Indonesia sebanyak 3,11 miliar ekor pada 2021, jumlah ini naik 6,43% dibanding tahun sebelumnya yaitu sebanyak 2,92 miliar ekor (Dataindonesia.id, 2021). Produksi bulu ayam broiler per ekor adalah 9,6% sehingga dapat diproyeksikan volume bulu ayam dalam satu tahun (Imaniar et al, 2019)
Pengolahan bulu ayam atau unggas untuk pakan ternak bisa dijadikan tepung bulu ayam, namun dalam pengolahan bulu ayam menjadi pakan ternak harus terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa.
Pada umumnya tepung bulu ayam sangat berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak karena dalam proses pembuatan tepung bulu ayam dapat meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme.
Pada bulu ayam atau unggas sebenarnya memiliki kandungan keratin sehingga menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih rendah, sehingga pada proses pembuatan tepung bulu ayam tidak hanya dengan proses hidrolisa atau tekanan saja.
Manfaat dari pembuatan bahan pakan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan dalam rangka pembuatan bahan pakan konsumsi ternak yang mendatangkan manfaan yang baik dari penggunaan bahan limbah yang banyak dan tidak termanfaatakan ketika ternak unggas selesai di potong baik di rumah potong unggas maupun di pasar-pasar tradisional.
Bulu ayam merupakan limbah peternakan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif pengganti sumber protein hewani dalam formulasi ransum ayam (unggas). Hal ini disebabkan karena bulu ayam memiliki kandungan protein cukup tinggi. Murtidjo (1995), menyatakan protein kasar tepung bulu ayam mencapai 86,5% dan energi metabolis 3.047 kcal/kg. Demikian juga menurut Rasyaf (1993), bulu ayam mengandung protein kasar cukup tinggi, yakni 82 – 91 %, kadar protein jauh lebih tinggi dibanding tepung ikan.
Demikian juga, bila ditinjau dari kandungan proteinnya maka bulu ayam cukup potensial dijadikan sebagai bahan pakan alternatif sumber protein hewani penganti tepung ikan karena mengandung protein cukup tinggi dan kaya akan asam amino esensial. Namun sebagai bahan pakan alternatif, tepung bulu ayam tidak hanya dilihat dari segi ketersediaannya saja tetapi kandungan nutrisinya apakah mendukung untuk digunakan dalam formulasi ransum unggas secara luas.
Sebagai bahan baku pakan ternak, bulu unggas jarang digunakan oleh pabrik pakan ternak unggas. Walaupun mengandung protein cukup tinggi dan kaya asam amino esensial, namun permasalahan sekarang tepung bulu ayam mempuyai faktor penghambat seperti kandungan keratin yang digolongkan kepada protein serat. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam tepung bulu ayam tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi.
Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tepung bulu ayam rendah. Nilai kecernaan yang rendah pada tepung bulu ayam disebabkan oleh kandungan keratin. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin. Keratin sulit dicerna karena ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna oleh ternak unggas, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen pada ternak ruminansia.
Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Sehingga bila tepung bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Nilai biologis tepung bulu ayam dapat ditingkatkan dengan berbagai pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar.
Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar negeri, nilai biologis bulu ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction).
Kandungan nutrisi tepung bulu terolah tertera pada tabel di bawah ini (Rasyaf, 1993):
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa
No | Nutrisi | Kandungan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. | Protein Kasar (PK) Serat Kasar (SK) Abu Calium Phospor Garam | 85% 0,3 – 1,5% 3,0 – 3,5% 0,20 – 0,40% 0,20 – 0,65% 0,20% |
Bulu ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pakan ternak, karena kandungan protein kasarnya yang tinggi yaitu 85-95%. Bulu ayam dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak unggas maupun ternak ruminansia bahkan dijadikan pelet untuk pakan ikan.
Beberapa olahan tepung bulu ayam untuk pakan ternak maupun ikan:
1. Tepung Bulu untuk Pakan Ternak Ruminansia
Pemanfaatan bulu ayam sebagai sumber protein pada ransum ternak ruminansia belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena protein yang terkandung didalamnya sulit dicerna. Protein kasar bulu ayam termasuk dalam jenis protein serat, yaitu keratin yang sulit dicerna baik oleh mikroorganisme rumen maupun oleh enzim-enzim pencernaan pascarumen (Tillman et.al., 1982). Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein/RUP), namun mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP tersebut berkisar antara 53-88%, sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12-46%.
2. Tepung Bulu untuk Pakan Ternak Unggas
Penggunaan tepung bulu ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respon sebaik ransum kontrol. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini, justru akan menurunkan tingkat dari produksi unggas itu sendiri akan menekan prestasi unggas (seperti berkurangnya produksi telur pada unggas petelur dan pertambahan berat badan merosot pada unggas pedaging) (Rasyaf, 1992). Tepung bulu tidak disukai (kurang palatable) oleh ternak, sehingga penggunaannya dalam ransum harus dibatasi. Pemakaian yang berlebihan akan mengurangi konsumsi ransum, mengkibatkan kandungan asam amino yang tidak berubah Pemakaian dalam ransum unggas dan babi disarankan maksimum 5-7 %. Untuk broiler (ayam potong ) disarankan < 5%, untuk ayam petelur 7%. Di lapangan, pabrik pakan hanya menggunakan tepung bulu sekitar 1- 2 % saja dalam ransum pakan komplit.
3. Pelet Bulu Ayam
Pelet bulu ayam merupakan salah satu inovasi makanan ikan yang bahan dasarnya terbuat dari bulu ayam. Bulu ayam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pelet adalah bulu ayam kering yang telah digiling sehingga serat bulu ayamnya jauh lebih lembut. Hasil uji laboratorium yang telah dilakukan terhadap sampel pelet bulu ayam yang diujikan di LPPT Universitas Gadjah Mada, pelet bulu ayam memiliki kandungan air sebesar 9,16 %, abu sebesar 3,47 %, serat kasar sebesar 6,65 %, protein sebesar 20,22 %, karbohidrat sebesar 65,29% dan lemak sebesar 1,86 %. (Risti et al, 2014). Dari pengujian tersebut dapat kita ketahui bahwasanya pelet bulu ayam memiliki kandungan protein, karbohidrat, dan lemak yang dapat menambah berat badan pada ikan.
Keunggulan produk pelet bulu ayam ialah ramah lingkungan, disebut ramah lingkungan karena produk pelet ini sama sekali tidak menggunakan campuran bahan kimia. Bahan dasar yang digunakan yakni limbah bulu ayam. Selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, pengolahan limbah bulu ayam dapat dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan dasar kemoceng, isian bantal dan boneka.
Disamping itu pelet bulu ayam mudah dalam proses produksi, karena dengan menggunakan mesin-mesin yang mudah ditemukan seperti mesin penggiling bulu ayam, mesin pencetak pelet, dan mesin oven. Selain itu bahan-bahan campuran lain untuk membuat pelet bulu ayam cukup mudah ditemukan di pasaran. Pelet bulu ayam dijual dengan harga yang murah, dengan harga Rp 7.000,00 sudah mendapatkan satu kemasan pelet bulu ayam. Selain dengan harga yang cukup murah isi pelet bulu ayam ini jauh lebih banyak dari pada pelet biasanya (Risti et al, 2014).
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam
No. | Nutrien | Tepung Bulu a)* | Tepung Bulu b)* | Tepung Bulu c)* |
1. | Bahan Kering (%) | 93,3 | 91 | 91,96 |
2. | Serat Kasar (%) | 0,9 | 0,6 | Tidak dianalisa |
3. | Protein Kasar (%) | 85,8 | 81,7 | 83,74 |
4 | Lemat (%) | 7,21 | 3,0 | 3,81 |
5. | Abu (%) | 3,5 | 3,7 | 2,76 |
6. | Ca (%) | 1,19 | 0,25 | 0,17 |
7. | P (%) | 0,68 | 0,65 | 0,13 |
8. | DE (kkal/kg) | 3.000 | 2.200 | 3.952* |
9. | GE (kkal/kg) | – | – | 5.200 |
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kandungan protein kasar berbentuk keratin (Sri Indah, 1993). Dalam saluran pencernaan, keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, bulu ayam harus beri perlakuan, dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam bulu ayam tersebut.
Dalam pembuatan tepung bulu ayam dibutuhkan beberapa alat dan bahan yang akan digunakan, diantaranya adalah:
- Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung bulu ayam ini adalah autoclave, oven tempat penggilingan, nampan dan timbangan, sedangkan
- Bahan yang digunakan adalah: bulu Ayam sebanyak 600 gr, alumunium voil dan air.
Untuk meningkatkan nilai nutrisi bulu ayam, ada beberapa metode pengolahannya yaitu:
1. Pengolahan secara fisik
Limbah bulu ayam yang diproses menggunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 105 °C dengan tekanan 3 atm dan kadar air 40% selama 8 jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoclave, kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling (Adiati et al, 2004).
2. Pengolahan secara kimiawi
Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah direndam dengan HCl 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.
3. Pengolahan secara enzimatis
Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan disimpan selama dua jam pada suhu 52 oC. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 87 oC hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung bulu ayam.
4. Pengolahan secara kimia dengan basa
Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoclave. Bulu ayam yang sudah siap kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti, 2007).
Dalam pembahasan ini penulis melakukan pembuatan tepung bulu ayam dengan metode perlakuan fisik yang sudah pernah penulis lakukan. Berikut prosedur pembuatan tepung bulu dengan Metode Perlakuan Fisik: 1. Siapkan bulu ayam yang akan dibuat tepung bulu. 2. Bersihkan bulu ayam dari bekas sisa-sisa daging yang masih melekat pada bulu. 3. Setelah dibersihkan bulu ayam dikeringkan dan kemudian ditambah air baru ditimbang beratnya, pada pembuatan ini penulis gunakan 600 gr bulu ayam. 4. Setelah ditimbang, bulu ayam dibungkus menggunakan alumunium voil dan dimasukkan dalam autoclave selanjutnya dipanaskan selama 20 – 30 menit dengan suhu 121oC
5. Setelah dipanaskan kemudian dikeluarkan dari autoclave dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 18 jam.
6. Kemudian setelah 18 jam bulu ayam bisa digiling dan menghasilkan tepung bulu.
7. Tepung bulu sudah bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Dari pelaksanaan pembuatan tepung bulu ayam yang dilakukan oleh penulis, untuk menentukan hasil dari pembuatan tersebut, maka dilakukan analisis secara fisik berupa warna, tekstur, bau dan pH dari tepung bulu ayam. Hasil tersebut disajikan dalam tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Analisis Pembuatan Tepung Bulu Ayam dari Metode Secara Fisik:
No | Bahan | Warna | Tekstur | Bau | pH |
1 | Bulu ayam sebelum di olah jadi tepung | Putih | Agak Kasar | Amis | – |
2 | Bulu ayam setelah di olah jadi tepung | Putih | Lembut | Amis | 7 |
Di Indonesia, tepung bulu untuk bahan pakan unggas tersedia dalam bentuk produk pabrik yang terjamin dan merupakan tepung bulu siap pakai atau tepung bulu yang sudah diolah. Berbagai hasil penelitian di berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formulasi ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot.
Semakin baik pengolahannya, akan semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1993). Sebagai bahan makanan unggas dan juga babi, tepung bulu ini memang tidak terlalu menggairahkan. Sejauh mana penggunaannya memang tergantung pada kemampuan mengolah tepung bulu itu.
Dari pembuatan tepung bulu ayam yang telah dibuat penulis, dapat disimpulkan sebagai berikut: tepung bulu ayam dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein; pemanfaatan tepung bulu ayam dapat mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan produksi limbah bulu ayam yang terus meningkat; pembutan tepung bulu ayam juga dapat menekan biaya produksi dari pakan; tepung bulu bisa menambah nilai energi di dalam pakan. Pakan berenergi akan menyebabkan tingginya tingkat konsumsi dan daya cerna pakan hijauan yang berkualitas rendah; selain itu, tepung bulu juga memudahkan penyerapan zat makanan sehingga usus bisa langsung menyerap tanpa perlu difermentasikan terlebih dahulu.
Sumber Referensi:
- Adiati, U., W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39 – 44.
- Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Itik. Departemen Pertanian, Bandung
- Dataindonesia.id. 2021. Jumlah Ayam Pedaging di Indonesia Capai 3,11 Miliar pada 2021. https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/jumlah-ayam-pedaging-di-indonesia-capai-311-miliar-pada-2021. Diakses: 20 September 2022
- Dislutkan NTB, 2022. Industrialisasi Tepung Ikan. Dinas Kelautan dan Perikanan, Nusa Tenggara Barat. https://dislutkan.ntbprov.go.id/industrialisasi-tepung-ikan/ Diakses: 20 September 2022
- Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
- Imaniar R, Fahmi A, dan Dian SB. 2019. Mahasiswa Fapet UGM Sulap Limbah Bulu Ayam Menjadi Papan Partikel. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. https://fapet.ugm.ac.id/id/mahasiswa-fapet-ugm-sulap-limbah-bulu-ayam-menjadi-papan-partikel/ Diakses: 20 September 2022
- Murtidjo, B.A. 1995. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
- National Research Council. 1985. Nutrient Requirements of Sheep. National Academy Press. Washington D.C
- Puastuti W. 2007. Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Protein Pakan Ruminansia. Wartazoa 17 (2): 53-60
- Rasyaf, M, 1993. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
- Risti Anggraeni, Maria Retno Purwandani, Sofylia Melati dan Rosendi Galih Susani, 2014. Pelet Ikan Berbahan Dasar Bulu Ayam, PKM Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. https://www.academia.edu/11916130/Pelet_Ikan_Berbahan_Dasar_Bulu_Ayam Diakses: 2 September 2022
- Sri Indah Z. 1993. Pengaruh Lama Pengolahan dan Tingkat Pemberian Tepung Bulu Terhadap Performans Ayam Jantan Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
- Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Penulis : Ir. Tri Putra Syawali, S.Pt., IPM